Rep, Supadiyono/ Dikutip dari berbagai sumber
Petani kolonial merujuk pada petani di masa penjajahan (terutama era Belanda) yang dipaksa atau diarahkan untuk menanam komoditas ekspor (kopi, tebu, nila) melalui sistem seperti Tanam Paksa (Cultuurstelsel), sehingga sumber daya alam mereka dieksploitasi untuk keuntungan penjajah, bukan untuk kesejahteraan mereka sendiri, dan seringkali menghasilkan petani tanpa tanah atau gurem, sebuah pola yang menurut beberapa pengamat masih mirip dengan praktik pertanian modern yang menguntungkan investor.
Karakteristik Petani Kolonial (Era Belanda)
Tanam Paksa (Cultuurstelsel): Petani diwajibkan menyerahkan sebagian tanahnya (sekitar 20%) untuk ditanami komoditas ekspor seperti kopi, tebu, dan nila, yang kemudian dijual ke pemerintah kolonial.
Eksploitasi Sumber Daya Alam:
Hasil bumi Nusantara dieksploitasi besar-besaran untuk mengisi kas pemerintah kolonial, bukan untuk kebutuhan rakyat lokal, menjadikan petani pekerja untuk kepentingan penjajah.
Munculnya Petani Tanpa Tanah/Gurem:
Sistem ini memaksa penduduk desa bekerja di lahan pemerintah, meningkatkan jumlah buruh tani dan petani dengan lahan sempit (gurem).
Fokus Komoditas Ekspor:
Produksi pertanian beralih dari padi (makanan pokok) ke tanaman ekspor yang menguntungkan Belanda (rempah-rempah, teh, karet, dll.).
Petani Kolonial dalam Konteks Modern
Analogi dengan Pertanian Saat Ini: Beberapa peneliti membandingkan pengelolaan pertanian modern dengan gaya kolonial, di mana eksploitasi sumber daya alam tetap terjadi untuk kepentingan investor, bukan petani.
Petani Milenial vs Petani 'Kolonial':
Ada diskusi tentang kolaborasi antara petani "kolonial" (tradisional) dengan petani milenial yang melek teknologi (smart-phone), menghadapi wajah pertanian yang lebih modern dan terintegrasi.
Petani milenial adalah petani berusia 19-39 tahun yang menggunakan teknologi digital dan inovasi dalam bertani. Program ini bertujuan untuk menarik minat generasi muda ke sektor pertanian modern, meningkatkan ketahanan pangan, dan membuka peluang wirausaha yang menjanjikan di bidang pangan, hortikultura, dan peternakan.
Karakteristik dan tujuanRentang usia: Antara 19 hingga 39 tahun.
- Adaptif teknologi: Mampu dan mau menggunakan teknologi digital seperti smartphone, drone, internet, dan alat pertanian modern lainnya.
- Tujuan program:
- Meningkatkan produksi pangan nasional.
- Menciptakan lapangan kerja bagi generasi muda.
- Meningkatkan kesejahteraan petani melalui potensi pendapatan yang menjanjikan, bukan gaji tetap dari pemerintah.
- Menciptakan regenerasi petani agar sektor pertanian tetap berkelanjutan.
- Bagi petani:
- Meningkatkan keterampilan dan wawasan di bidang pertanian modern.
- Mendapatkan dukungan modal untuk memulai atau mengembangkan usaha pertanian.
- Meningkatkan potensi pendapatan dari pengelolaan usaha tani secara mandiri.
- Bagi pemerintah:
- Memperkuat ketahanan pangan nasional melalui inovasi dan produktivitas.
- Menanggulangi pengangguran di kalangan generasi muda.
___________________________________



