Red, Sumarja S/ Redaksi
Yogyakarta, -- Dituding membuat kekancingan palsu tanah Sultan Ground (SG), seseorang berinisial T dan dilaporkan ke Polda DIY, pihak ahli waris turun- temurun siap menghadapi laporan bersama tim kuasa hukum.
Dilansir dari media online HaiJogja (27/9/2025), Penghageng II Kawedanan Panitikismo, KRT Suryo Sutriyanto, menjelaskan bahwa orang berinisial T yang memang masih keturunan HB VII mengaku berhak mengeluarkan surat kekancingan untuk tanah Kasultanan.
Berdasar berita itu, Sugiyatnoko minta Satgas Mafia Tanah ( Polri, Kejaksaan, ATR/BPN, KPK) segera turun tangan untuk menindak tegas praktik mafia tanah di Yogyakarta.
Permintaan Sugiyatnoko, yang beralamat Jl. Adisucipto No. 11A -11B, Malangjiwan, Colomadu, Karanganyar, Surakarta, Jawa Tengah, selaku kuasa hukum ahli waris/pengelola tanah Sultan Ground secara turun-temurun dari keturunan HB VII dan belum pernah pecah waris.
Seperti yang diketahui selama ini, tanah Sultan Ground/SG sudah banyak yang berpindah tangan atau dimiliki menjadi hak milik perseorangan bahkan lembaga dan pemerintahan.
Seolah secara hukum perbuatan ini sah. Karena berpegang pada Perda DIY No. 4 tahun 1954.
Padahal SG belum pernah pecah waris. Sampai saat ini masih hak waris turun-temurun milik pribadi Sultan Hamengku Buwono VII.
Permintaan Sugiyatnoko atau yang akrab dipanggil Den Sugih, kepada Satgas Mafia Tanah untuk menindak tegas kepada yang memanfaatkan tanah SG tanpa ijin ahli waris/ pengelola SG turun temurun, karena klien, pemberi kuasa, dilaporkan menyerobot tanah SG.
Mengenai hal ini, Den Sugih, memberikan keterangan pernyataan sikap kepada media SuaraDjogja.com melalui chat Whatsapp, Jum'at (3/10/2025).
Isi chat antara lain, Tanah yang kami kuasai secara turun temurun tercatat dalam buku desa sebagai tanah Sultan Ground (SG). Selama puluhan tahun kami kelola tanpa pernah ada konflik berarti. Kini tiba- tiba muncul tuduhan bahwa kami melakukan penyerobotan tanah, bahkan dilaporkan secara pidana.
Masih menurut bunyi chat, kami menilai tuduhan itu tidak berdasar dan justru bentuk "maling teriak maling". Fakta di lapangan menunjukkan adanya praktik mafia tanah mengatasnamakan peraturan daerah dan lembaga tertentu untuk merampas hak rakyat.
Pernyataan sikap diakhiri dengan, " Kami menolak disebut sebagai penyerobot tanah, sebab tanah tersebut adalah warisan yang kami kuasai turun- menurun. Kami mendesak agar aparat penegak hukum tidak hanya mendengar tuduhan sepihak tetapi juga membongkar mafia tanah yang bersembunyi di balik aturan dan lembaga. Kami siap membuka bukti penguasaan tanah dan dokumen administrasi desa, serta saksi-saksi sejarah yang menguatkan klaim kami,"
_______________________