Rep/Supadiyono
Bogor -- Memasuki hari kedua Rapat Pimpinan Terbatas yang digelar di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Badan Narkotika Nasional (BNN), Lido-Bogor, Jawa Barat, sesi terakhir diskusi panel menyoroti tentang evaluasi kinerja wilayah pada bidang Pemberantasan serta Hukum dan Kerja Sama.
Mewakili Deputi Bidang Pemberantasan BNN, Aldrin MP Hutabarat, memaparkan sejumlah program utama yang berfokus pada tujuh wilayah prioritas, yakni Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, serta Kalimantan Utara. Ketujuh wilayah ini terpetakan sebagai kawasan rawan narkoba yang harus mendapat intervensi lebih dalam upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN).
Selaku Direktur Psikotropika dan Prekursor Narkotika BNN, Aldrin Hutabarat menyoroti pentingnya pemahaman penyidik di wilayah dalam menerapkan pasal yang sesuai terhadap pelaku tindak pidana narkotika. Lebih lanjut Ia mengatakan beberapa kasus dinilai kurang tepat penanganannya karena tak berpihak pada upaya rehabilitasi.
“Penyidik di wilayah harus bisa mengawal proses penerapan pasal rehabilitasi dengan mempertimbangkan hasil TAT (Tim Asesmen Terpadu-Red.) untuk memastikan putusan hukuman tepat pada hasil persidangan," imbuhnya.
Sementara itu, pada Bidang Hukum dan Kerja Sama, Direktur Kerja Sama BNN, R. M. Aria T. M. Wibisono, mengatakan pentingnya pemanfaatan Nota Kesepahaman dalam implementasi P4GN di wilayah. Kesepakatan yang telah terjalin dengan berbagai stakeholder dapat menjadi dasar bagi BNN Provinsi untuk mendorong sinergitas guna mendukung kerja tim BNN di lapangan.
Menanggapi kedua panelis tersebut, Kepala BNN RI Marthinus Hukom, mengatakan pemberantasan narkoba harus melibatkan kerja sama intelijen yang lebih kuat, baik di tingkat nasional maupun internasional. Kepala BNN RI mengatakan meski ada tujuh wilayah yang menjadi prioritas intervensi, seluruh daerah harus terlibat aktif dalam pemberantasan narkoba.
"Pemberantasan narkoba bukan hanya tanggung jawab tujuh wilayah prioritas, tetapi seluruh daerah harus mendukung sebagai satu kesatuan. Ini adalah kerja keras bersama yang melibatkan banyak pihak," ujarnya.
Kepala BNN RI mengkritisi pendekatan pengungkapan kasus narkoba yang menurutnya harus diubah. Ia mengatakan bahwa penangkapan terhadap pengguna narkoba tidak memberikan dampak signifikan, melainkan hanya sekadar ‘menggunting pucuk’. Ia menekankan bahwa fokus utama harus pada penghancuran jaringan sindikat narkoba yang mendalangi peredaran barang haram tersebut.
“Jika seperti itu, yang kita lakukan hanya menggunting pucuknya saja dan membuat pohon kejahatan itu semakin besar. Kita perlu menghancurkan akar permasalahannya, yakni jaringan narkoba itu sendiri,” jelasnya.
Pada 2025, Kepala BNN RI menargetkan akan membawa BNN sebagai leading sector intelijen pada tingkat internasional. Kerja sama internasional dan peningkatan kapasitas intelijen di perbatasan negara menjadi prioritas, dengan harapan dapat menghentikan peredaran narkoba yang masuk dari luar negeri.
Kepala BNN RI menutup pernyataannya dengan menekankan pentingnya evaluasi berkelanjutan dalam pemberantasan narkoba. Setiap tiga bulan, BNN akan mengadakan pertemuan untuk mengevaluasi perkembangan dan koordinasi lebih lanjut antara berbagai pihak yang terlibat dalam upaya pemberantasan narkoba di Indonesia.
Sumber: BNN RI
Redaksi
-------------