Red, Sumarja S, Penanggung jawab, Den Sugiatmoko(Den Sugih) / Redaksi
Yogyakarta, Suaradjogja.com -- Kuasa hukum Sugiyatnoko memberikan klarifikasi terkait pemberitaan dari laporan warga Klaten yang merasa dirugikan oleh TPS KRT WD, mengenai kekancingan tanah Sultan Ground (SG).
Sugiyatnoko membela klaien karena dalam kasus ini ada 2 tafsir yang berbeda.
Kuasa hukum menjelaskan kepada media Suaradjogja.com, yang dilakukan TPS selama ini bukan memalsukan surat kekancingan. Tetapi bentuk tanggung jawab selaku keturunan yang sah untuk mengelola warisan tanah SG. dan tanah SG belum pernah pecah waris, jadi bukan untuk kepentingan pribadi.
Alasan membuat kekancingan adalah agar tertib administrasi pengelolaan tanah SG dan bisa dipertanggung jawabkan kepada keluarga besar trah HB VII. Mengenai besaran sewa dan jangka waktu sewa, dicatat secara transparan dihadapan penyewa saat mengajukan surat kekancingan.
Tiba-tiba warga Klaten melaporkan TPS, ke Polda DIY, (baca Suaradjogja.com)
http://www.suaradjogja.com/2025/10/bukti-surat-kekancingan-tanah-sultan.html
Menurut Sugiyatnoko, yang dilakukan TPS itu sah sesuai tafsir histori keraton.
"Pandangan alhi waris turun-temurun, ahli waris seperti TPS, tanah tersebut adalah tanah eiegendom perfonding, yaitu milik pribadi bangsawan atau keluarga kerajaan yang sudah diakui secara hukum adat dan kolonial. Berdasar itu, harusnya dipahami surat kekancingan yang dibuat TPS bukan palsu, melainkan surat administrasi internal, sebagai bentuk pertanggungjawaban dan pendataan bagi para pemanfaat lahan, " kata Sugiyatnoko, Selasa (21/10/2025) lewat pesan WhatsApp.
Masih penjelasan kuasa hukum TPS, surat kekancingan itu tidak bermaksud mengubah status tanah, melainkan mencatat siapa yang mengelola atau memakai tanah tersebut. Supaya tidak tumpang tindih dan tertib administrasi. Jadi surat itu tidak merugikan pihak manapun dan tidak digunakan mengambil hak orang lain. Pembuatan surat kekancingan itu agar masyarakat yang memakai lahan punya pegangan administratif, bukan untuk menipu atau memalsukan dokumen negara. Surat kekancingan tidak memiliki hukum formal seperti sertifikat BPN, namun berfungsi adminstratif di tingkat keluarga ahli waris.
"Jadi kasus ini condong ke perdata bukan pidana. Karena TPS tidak membuat surat resmi negara atau Kasultanan tapi hanya dibuat kop keluarga atau lembaga yang mengelola tanah warisan HB VII. Dengan begitu tidak ada unsur pemalsuan dokumen negara (pasal 263 KUHAP) karena tidak menyerupai surat yang dikeluarkan oleh instansi resmi. Surat tidak meniru format atau tanda tangan negara, melainkan dibuat sebagai tanda bukti hubungan antara pengelola (TPS) dan pengguna lahan," pungkas Sugiyatnoko.
_______________________